CAMERAJURNALIS.COM, WAJO — Gerakan pelestarian adat kembali menorehkan babak penting. PALASARA, organisasi adat yang menjelma sebagai Rumah Besar seluruh Lembaga Adat di Sulawesi Selatan dan Barat, kini resmi menyapa Kabupaten Wajo. Tanpa mengusung pamor politik ataupun tunduk pada kekuatan eksternal, PALASARA hadir dengan misi tunggal: merawat dan memperkuat warisan adat secara tulus, terorganisir, dan berkelanjutan.
Menariknya, sebelum menyambangi Bupati Wajo untuk silaturahmi dan membangun sinergi, jajaran Presidium DPP PALASARA lebih dulu sowan ke PYM Andi Syahrazad Datu Pallawarukka, Datu Pammana ke-44. Datu Pallawarukka bukan hanya tetua adat yang dihormati, tetapi juga merupakan salah satu deklarator PALASARA saat Proklamasi Adat 10 November 2024 di Maros.
Dalam petuahnya, Datu Pammana menekankan bahwa pemimpin adat tidak cukup hanya mencintai tradisi. Ia harus punya kapabilitas, visi, dan semangat organisasi yang mumpuni. Sebab PALASARA, menurutnya, bukan sekadar pelengkap seremoni budaya, melainkan jembatan yang menyatukan seluruh kekuatan adat dalam satu semangat kebersamaan.
Satu hal yang membedakan PALASARA dari organisasi adat lainnya adalah struktur kelembagaannya yang sinergis dengan pemerintahan. Setiap Kepala Daerah ditetapkan sebagai Ketua Dewan Agung Lembaga Adat di wilayah masing-masing. Artinya, pembentukan DPW PALASARA tak sekadar administratif, melainkan memerlukan restu resmi Kepala Daerah sebagai bentuk legitimasi dan kolaborasi nyata dalam pembangunan berbasis nilai lokal.
Bupati Wajo pun menyambut dengan baik. Tak hanya memberi restu, ia juga menyampaikan komitmen penuh untuk mendukung ruang gerak adat dan budaya sebagai bagian dari visi pembangunan berkelanjutan. "Adat bukan masa lalu, tapi pijakan masa depan," tegasnya dalam pertemuan tersebut.
Sekjen PALASARA, Andi Fachri Makkasau Karaeng Simbang Karaeng Ngunjung menambahkan, setelah sukses mengukuhkan keberadaan di Selayar, Bulukumba, dan Pinrang, kehadiran PALASARA di Wajo menambah energi baru dalam merangkai kekuatan adat yang bersatu, solid, dan bermartabat.
Di tengah arus globalisasi yang kadang menggoyahkan akar identitas, PALASARA tampil sebagai jangkar yang menjaga arah: kembali ke nilai, kembali ke jati diri. Di sinilah rumah bagi semua suara adat tanpa sekat politik, tanpa warna kepentingan.
"PALASARA bukan milik satu generasi, tetapi titipan lintas zaman.
Saatnya adat mengambil peran sentral, menguatkan akar, merangkul masa depan," tandasnya. (*Rz)