Farhan Klarifikasi Tuduhan Pemerasan: “Yang Saya Lakukan Adalah Membantu, Bukan Memeras”
0 menit baca
CAMERAJURNALIS.COM, BANGKA - Di tengah derasnya arus informasi yang kadang tak utuh, nama Farhan terseret dalam tuduhan pemerasan yang kini ramai dibicarakan. Padahal, di balik kabar itu tersimpan kisah panjang tentang niat membantu sesama, urusan administrasi, dan perjuangan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan cara baik-baik.
Semua bermula dari sepasang warga, Ariyanto dan istri sirinya Nur Aisyah yang meminta bantuan Farhan untuk mengurus data pernikahan resmi mereka. Setelah ditelusuri, ternyata sang istri masih terkait pernikahan sah di Jawa Barat, dengan buku nikah yang masih tertahan di tangan penghulu.
Sebagai penyuluh dan konsultan sosial keagamaan, Farhan tidak serta merta menuduh atau menghakimi. Ia memilih membantu dengan langkah-langkah solutif. Melalui komunikasi intens, ia berhasil menghubungi pihak penghulu di Jawa Barat agar buku nikah tersebut dapat dikirim ke Bangka. Buku itu diperlukan untuk proses perceraian resmi, agar pasangan itu dapat melanjutkan hidup secara halal dan tertib hukum.
“Saya hanya membantu mereka agar hidup mereka sah dan tenang. Tidak ada niat mengambil keuntungan dari kesusahan orang,” ujar Farhan dengan nada tenang.
Setelah buku nikah lama tiba, Farhan mendampingi proses menuju perceraian. Namun, pasangan itu meminta penangguhan proses cerai hingga sang istri melahirkan anak. Di masa tunggu itu, Farhan bahkan turut membantu mengurus BPJS Kesehatan mereka hingga aktif, dan membantu pindah data kependudukan si istri dari Jawa Barat ke Bangka.
Namun, setelah semua proses berjalan, Ariyanto datang kerumah dengan emosi meminta pembatalan pengurusan akta cerai dengan alasan membutuhkan uang kembali. Farhan menolak dengan halus karena dana yang digunakan sudah dipakai untuk biaya perjalanan, komunikasi, dan pengurusan dokumen resmi.
“Itu bukan uang pemerasan, melainkan biaya jasa yang mereka sendiri sepakati secara tertulis. Ada surat kesepakatannya, dan itu mereka simpan,” jelas Farhan.
Sayangnya, kisah itu justru dipelintir. Sebuah media lokal menerbitkan berita sepihak dengan menyebut nama lengkap dan menampilkan foto Farhan tanpa inisial, tanpa klarifikasi dari pihaknya. Padahal, kode etik jurnalistik mewajibkan media melakukan cover both side sebelum berita tayang.
“Saya sudah mengirim pesan kepada pewarta agar bersabar, karena saya sedang bermusyawarah. Tapi berita malah dinaikkan duluan. Ini jelas melanggar etika profesi,” tambahnya.
Farhan menegaskan akan mengajukan hak jawab resmi dan meminta permohonan maaf terbuka dari media tersebut. Ia juga meminta pihak berwajib menyelidiki sumber fitnah ini, karena kuat dugaan ada pihak-pihak yang ingin membalas dendam pribadi melalui pemberitaan menyesatkan. Alhamdulillah bukti buku nikah nur aisyah, akta cerai aryanto semua masih ada ditangan farhan karena menunggu mereka datang kembali untuk didampingi proses perceraian sang istri setelah melahirkan, maka hoax jika farhan melakukan pemerrasan dan siap bermubahala sumpah adat di masjid, jika memang dibutuhkan untuk mengembalikan kepeercayaan publik.
Lebih jauh, Farhan menyinggung pola serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Ia menyebut seorang pewarta berinisial A.R. yang juga pernah memutarbalikkan fakta dan mencoba menjebaknya dalam kasus serupa. Saat itu, Farhan datang atas undangan warga untuk konsultasi pencatatan nikah bagi pasangan yang sudah lama hidup tanpa ikatan sah, dan menikahkan mereka tanpa meminta bayaran sepeser pun dan fakta ini bisa dicek ke ibu istri H.Bidin Pelabuhan yg membantu membawa pasangan kumpul kebo bertahun tahun itubke rumah farhan.
“Saya datang karena ingin menyelamatkan mereka dari zina, dan menjelaskan terkait legalitas pencatatan nikah lewat itsbat nikah bukan untuk uang. Tapi rupanya ada skenario agar saya menerima amplop yang sudah disiapkan untuk menjebak. Yg melakukan adalah oknum pewarta yg dibayar oleh LiatZone Rumah Judi Aik Anyot menggunakan pasangan suami istri yg ditolong farhan menikah gratis. Alhamdulillah Allah melindungi saya,” ungkapnya lirih.
Bagi Farhan, cobaan ini justru menjadi pengingat bahwa niat baik kadang disalahpahami. Namun ia yakin, kebenaran tidak perlu berteriak keras — cukup berjalan dengan tenang.
“Saya percaya Allah tahu niat dan langkah kita. Saya tidak dendam. Saya hanya ingin keadilan dan kebenaran ditegakkan,” tutupnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi insan pers agar tidak terburu-buru mempublikasikan berita tanpa verifikasi lengkap. Di tengah kemajuan digital, kecepatan bukan segalanya — kejujuran dan keseimbangan jauh lebih utama.



