Kuasa Hukum SR Klarifikasi Proses Penyidikan: Sesuai Hukum dan Tanpa Intervensi

Header Menu


Kuasa Hukum SR Klarifikasi Proses Penyidikan: Sesuai Hukum dan Tanpa Intervensi

RISWANDI
Senin, 02 Juni 2025

CAMERAJURNALIS.COM, MAROS - Kuasa hukum dari saudara SR menyampaikan klarifikasi resmi melalui konferensi pers terkait pemberitaan yang beredar di sejumlah media, yang dinilai tidak akurat dan berpotensi menyesatkan opini publik. Penegasan ini disampaikan guna menjaga integritas proses hukum dan menghindari kesimpangsiuran informasi. Senin (02/06).

Dalam pernyataan resminya, tim kuasa hukum menegaskan bahwa proses penyidikan terhadap SR berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia. Klien mereka disebut telah bersikap kooperatif dan bertanggung jawab dalam memenuhi seluruh kewajiban hukum selama proses berlangsung.

SR diketahui secara aktif menjalani wajib lapor secara berkala ke Mapolres Maros, sesuai arahan penyidik dan ketentuan yang diatur dalam Pasal 56 KUHAP. Hal ini menunjukkan komitmen klien terhadap proses penyidikan.

Sejak 14 April 2025, SR telah menghadiri beberapa kali pemeriksaan tanpa pernah menghindar atau mangkir. Keikutsertaannya dalam proses ini menjadi bukti nyata bahwa ia menghormati mekanisme hukum yang sedang berjalan.

Penundaan penetapan status tersangka terhadap SR bukan disebabkan kelalaian aparat penegak hukum, melainkan menunggu kelengkapan dokumen visum et repertum dari pihak ahli. Prosedur medis ini memiliki ketentuan waktu yang tidak dapat dipercepat secara sewenang-wenang.

“Proses hukum memerlukan kehati-hatian dan ketelitian. Klien kami telah mematuhi setiap tahapan penyidikan tanpa perlawanan. Tuduhan ‘pelaku berkeliaran’ adalah tidak berdasar, karena SR justru aktif dan terbuka berkoordinasi dengan penyidik,” ujar Ardian, S.H., M.H., selaku kuasa hukum SR.

Sayangnya, terdapat sejumlah pemberitaan yang cenderung mengabaikan asas praduga tak bersalah sebagaimana dijamin dalam Pasal 8 KUHAP. Salah satu kesalahan mendasar adalah menyebut klien dengan istilah “pelaku” sebelum adanya penetapan resmi sebagai tersangka.

Selain itu, media juga dinilai tidak mencerminkan kehati-hatian jurnalistik karena mengabaikan fakta bahwa proses visum membutuhkan waktu rata-rata 3–4 bulan. Ini bukan kelalaian, melainkan bagian dari mekanisme pembuktian ilmiah.

SR hingga saat ini masih berstatus sebagai saksi terperiksa dan tidak pernah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia pun tidak pernah melakukan upaya pelarian sebagaimana disiratkan oleh beberapa narasi media.

Sebagai pihak yang tunduk pada hukum, SR dan kuasa hukumnya menyatakan siap menghadiri pemeriksaan lanjutan kapan pun diminta oleh pihak penyidik. Mereka juga berkomitmen menjaga kehormatan proses hukum dan hak semua pihak, termasuk korban.

Tim hukum juga menolak keras praktik trial by press, yaitu mengadili seseorang melalui pemberitaan yang belum terverifikasi. Praktik ini bertentangan dengan etika jurnalistik dan Undang-Undang Pers, khususnya Pasal 5 yang mengatur keberimbangan informasi.

Ditekankan bahwa tidak boleh ada pihak manapun, baik internal maupun eksternal, yang mencoba mengintervensi proses hukum. Hal tersebut melanggar prinsip due process of law dan dapat berimplikasi pidana maupun etis.

Intervensi semacam ini tidak hanya mencederai asas keadilan, tetapi juga dapat dikenai sanksi hukum berdasarkan ketentuan dalam KUHAP, KUHP, serta Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Proses penyidikan merupakan kewenangan aparat penegak hukum yang harus dijaga independensinya. Oleh karena itu, semua pihak diminta untuk menahan diri dari segala bentuk tekanan atau opini yang dapat mempengaruhi jalannya penyidikan.

Media diimbau untuk mencabut penggunaan istilah yang bersifat menghakimi seperti “pelaku”, “cabuli”, atau “aksi bejat”, karena tidak hanya melanggar asas praduga tak bersalah, tetapi juga bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik (Pasal 3).

Publik juga diingatkan untuk tidak menarik kesimpulan hukum sebelum adanya putusan pengadilan yang bersifat tetap atau inkracht van gewijsde, sesuai dengan prinsip dalam Pasal 1912 KUHPerdata.

Kuasa hukum mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan, memberikan ruang kepada aparat untuk bekerja secara profesional, dan tidak menyebarluaskan informasi yang belum terverifikasi.

“Kami percaya pada sistem hukum Indonesia. Semua tahapan penyidikan sedang berlangsung sesuai koridor hukum. Kami meminta semua pihak untuk menghormati proses ini, memberikan ruang bagi kepastian hukum, dan menolak segala bentuk intervensi yang merusak keadilan,” tutup Ardianto.